skriptorium beryl

literature & spiritual combination


Leo Tolstoy lahir di desa kecil Yasyana, Polyana, pada tanggal 28 Agustus 1828. Terlahir dengan nama asli Lev Nikoyevich Tolstoy sebagai putra keempat dari pasangan Nikolay Ilych Tolstoy dan Maria Nokolayevna. Ia sudah menunjukkan bakat menulis sejak berumur dua belas tahun dengan karya sastra pertamanya, sajak “Untuk Bibi Terkasih”.

Kegiatan tulis-menulis Tolstoy dimulai pada tahun 1951. Pengalaman semasa di angkatan perang terungkap dalam karya-karya pertama Tolstoy yang semakin hari semakin mendapat pujian dari beberapa kritisi terkenal. Dua tahun kemudian, Tolstoy mulai mempersiapkan sebuah karya Perang dan Damai. Salah satu bentuk persiapan itu berupa partisipasi aktif sebagai tentara memerangi pasukan Turki. Walaupun hanya sebentar, keterligatan Tolstoy dalam peperangan cukup member bekal yang memadai untuk melahirkan karya fiksi mengenai kehidupan seorang tentara. Salah satu cerita panjang terbaiknya dari periode ini adalah Dua Prajurit Berkuda.

Lebih dari sekadar melontarkan kritik atau mengangkat tema-tema kerakyatan, Tolstoy melangkah jauh ke depan dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain di masanya. Ia melepaskan gelar kebangsawanannya, melakukan aktivitas seperti konsep kadesi, menerbitkan majalah sastra budaya, serta merenovasi kembali sekolah yang didirikannya di Yasnaya Polyana pada tahun 1862. Tolstoy bahkan mengidentifikasikan dirinya sebagai petani Rusi biasa. Selain itu, ia pun mulai menerbitkan buku-buku tipis dengan harga murah agar terjangkau oleh kantong rakyat biasa. Dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan besar-besaran pada diri Tolstoy. Sejalan dengan hal itu, karya-karya Tolstoy semakin terasa menggigit dan bakat menulisnya pun semakin menonjol walaupun untuk menghasilkan suatu karya, kadang-kadang ia memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikannya.

Namun yang pasti, Leo Tolstoy memang memiliki pemikiran-pemikiran yang hakiki, bahkan kadang-kadang progresif tentang kebijakan, cinta, kemasyarakatan, maupun keagamaan untuk ukuran zamannya ketika itu. Sayangnya, tidak semua karyanya sempat diselesaikan. Akan tetapi, dari sejumlag kreasinya, Tolstoy tetap membuktikan dirinya sebagai master of thinking handal.

Pengamatan Tolstoy terhadap perilaku manusia, khususnya wanita, cukup mengejutkan juga. Bahkan dalam beberapa karyanya, tema wanita ia angkat menjadi tema sentral, terutama yang menyangkut masalah status sosial dan pergeseran nilai-nilai kewanitaan yang berlaku. Pernikahan yang tanpa dilandasi cinta melainkan status sosial semata, konflik-konflik keluarga akibat desakan serta tuntutan zaman, serta situasi tragis yang sering melanda kehidupan keluarga modern mendominasi karya ulung Tolstoy lainnya, yaitu Anna Karenina.

Dalam Anna Karenina, Tolstoy seakan-akan meneropong perkawinan Anna dan Karenin yang tidak didasari oleh cinta. Terjalinlah jalinan percintaan gelap Anna dengan seorang pemuda lain. Karenin yang terkungkung oleh status kebangsawanannya tidak menginginkan perceraian sekalipun Anna sudah hidup bersama dengan kekasihnya secara tidak sah. Ternyata keputusan Anna tersebut tidak membuahkan kebahagiaan. Untuk mengakhiti konflik psikologisnya yang sudah sedemikian rumit, Anna memutuskan untuk bunuh diri.

Sejak menyelesaikan karyanya, Perang dan Damai, pada tahun 1870, Tolstoy mengalami krisis kejiwaan mengenai ketuhanan. Ia menjadi lebih perasa dan sangat moralis. Ia juga mnejadi pembenci dan pengecam semua aliran seni. Ia sangat menjadi asketis. Ia menyerahkan semua kekayaannya untuk kaum miskin hingga berselisih dengan istrinya, Sophia Andreyevna. Ini yang membuat keduanya kemudian berpisah. Tak hanya sampai di situ, ia juga menjadi vegetarian dan berpakaian tak ubahnya kaum pengembara. Bahkan ia juga menolak institusi gereja dan pemerintah.

Pada saat-saat terakhir penyelesaian Anna Karenina, Tolstoy berhasil mengatasi krisis religiusnya, seperti tergambar pada karya tersebut. “Arti hidup, termasuk kehidupan itu sendiri, hendaknya disesuaikan dengan kebaikan batin seseorang, sebab hanya melalui kepercayaan terhadap perasaan hati dan taat pada ajaran keagamaan, seorang dapat menemukan kebahagiaan yang wajar,” demikian pendapat Tolstoy. Pandangan seperti itu terasa semakin menarik untuk disimak sebab diketengahkan oleh seorang Tolstoy.

Pada tahun 1910, kesehatan Tolstoy makin memburuk, ia kerap bertanya tentang istrinya, Sophia, namun anak-anaknya kerap mengalihkan pertanyaan itu. Padahal saat-saat itu Sophia sebenarnya telah tinggal di depan rumahnya, merasakan kesakitan yang sama. Namun pada tanggal 5 Nopember 1920, setelah beberapa kali gagal jantung, mautpun akhirnya menjemput penulis besar itu.

Disadur dari Cara Asyik menjadi Penulis Beken oleh Aguk Irawan MN

0 comments:

Post a Comment